PONTIANAK — Lebih dari 50 organisasi masyarakat sipil (OMS) dari Sumatra dan Kalimantan sepakat memperkuat peran mereka dalam menjaga demokrasi dan memperjuangkan keadilan di Indonesia. Kesepakatan ini lahir dalam forum Indonesia Civil Society Forum (ICSF) 2025 Regional Sumatra dan Kalimantan yang berlangsung di Pontianak beberapa waktu lalu.
Acara yang digelar tiap tahun ini diorganisir oleh Lembaga Gemawan, Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial (Humanis), dan YAPPIKA. Tahun ini, tema yang diangkat adalah “Membela Demokrasi, Menuntut Keadilan: Memadukan Masyarakat Sipil di Indonesia.”
Dalam pembukaan, Nisrina Nadhifah dari Humanis mengingatkan bahwa demokrasi di Indonesia sedang menghadapi ujian berat. Menurutnya, ruang sipil kini semakin menyempit, salah satunya dengan pengesahan UU No. 3/2025 tentang TNI yang dinilai berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi militer.
“Penyempitan ruang sipil tidak terjadi tiba-tiba, tapi perlahan, seperti sindrom katak dalam air mendidih. Banyak yang mengira semuanya baik-baik saja,” ujarnya.
Para peserta juga menyoroti ancaman terhadap aktivis, pembatasan kritik terhadap pemerintah, hingga lemahnya perlindungan bagi jurnalis.
Laili Khainur, Ketua Lembaga Gemawan menyoroti kondisi Kalimantan yang kini menghadapi dampak besar dari eksploitasi sumber daya alam. Menurutnya, isu lingkungan, krisis iklim, dan kerusakan ekologis menjadi persoalan mendesak yang harus diperjuangkan bersama.
Ia menggambarkan bagaimana posisi Kalimantan telah bergeser: jika dulu disebut sebagai “masa sekarang” dalam peta eksploitasi setelah Sumatra, kini Kalimantan justru sudah menjadi “masa lalu”, sementara Papua menjadi target berikutnya.
“Kebijakan pemerintah yang mengedepankan dalih pendapatan negara justru meninggalkan jejak kerusakan besar di Kalimantan. Dulu Kalimantan disebut masa sekarang (pusat eksploitasi). Tapi kini, Kalimantan sudah jadi masa lalu, sementara Papua menjadi target baru,”ujarnya.
Dari Sumatra, Enung dari Aisyiyah mencontohkan bagaimana OMS sebenarnya bisa bekerja sama dengan pemerintah. Di Bengkulu, Aisyiyah berkolaborasi dengan tokoh adat dan agama untuk mencegah pernikahan anak, bahkan mendorong lahirnya peraturan desa.
Sementara itu, Destika Gilang Lestari dari Gerak Aceh menegaskan bahwa masalah korupsi, HAM, dan kekerasan masih banyak terjadi. Karena itu, OMS harus bersatu agar hak masyarakat bisa terpenuhi. “Ada banyak permasalahan, baik itu persoalan korupsi atau hak asasi manusia, kekerasan. Hal itu terus terjadi sehingga yang harus kita lakukan adalah bagaimana OMS bersatu padu agar hak-hak masyarakat bisa terpenuhi,” ucapnya.
Sebagai hasil forum, peserta ICSF sepakat membentuk hub untuk memperkuat jaringan OMS di dua pulau. Di Sumatra akan dijalankan oleh BITRA, sementara di Kalimantan oleh Lembaga Gemawan.
Solidaritas dianggap menjadi kunci utama untuk menjaga demokrasi dan memastikan keadilan berjalan. ICSF 2025 menjadi momentum penting agar kerja sama antar-OMS semakin kokoh.
Komentar