Manfaatkan CFD Kampanyekan Anti Gratifikasi ke Masyarakat

Lokal6 Dilihat

PONTIANAK – Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak terus menggalakkan pencegahan korupsi dengan menggencarkan program pencegahan gratifikasi, kali ini memanfaatkan ruang publik saat Car Free Day (CFD). Langkah ini menjadi bagian dari strategi Trisula yang digagas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menekan potensi praktik korupsi di berbagai daerah. Aksi pembagian bendera Indonesia yang di bawahnya diberi label bertuliskan ‘Merdeka dari Gratifikasi, Kite ASN Tolak Gratifikasi’ serta stiker pamflet yang ditempel di baju mewarnai kampanye tolak gratifikasi.

Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono, menjelaskan kinerja pencegahan korupsi di Kota Pontianak tergolong baik. Pada 2024, capaian Monitoring Center for Prevention (MCP) mencapai 93,32 atau menempati peringkat ketiga di Kalimantan Barat. Sementara itu, indeks Survei Penilaian Integritas (SPI) berada di angka 77,72, melampaui rata-rata capaian nasional dan provinsi.

Meski prestasi tersebut membanggakan, Edi menilai masih ada tantangan dalam meningkatkan pemahaman masyarakat dan aparatur sipil negara (ASN) soal gratifikasi. Ia menuturkan, masih banyak yang menganggap gratifikasi sebagai hadiah yang boleh diterima tanpa batasan.

“Padahal, ada aturan yang jelas mengenai apa yang boleh dan tidak boleh,” ujarnya di kawasan CFD Ayani Megamal, Jalan Ahmad Yani, Minggu (10/8/2025).

Di Kota Pontianak, gratifikasi yang diperbolehkan adalah pemberian bernilai maksimal Rp300 ribu per orang, dengan akumulasi total dalam setahun tidak melebihi Rp1 juta. Aturan ini diterapkan agar tidak ada celah bagi pihak tertentu memanfaatkan pemberian sebagai bentuk suap terselubung.

Inspektur Kota Pontianak, Yaya Maulidia menegaskan, ketentuan tersebut berlandaskan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Dalam pasal 12B dan 12C, disebutkan bahwa gratifikasi termasuk tindak pidana korupsi dengan ancaman hukuman minimal 4 tahun penjara hingga seumur hidup, serta denda mulai dari Rp200 juta hingga Rp1 miliar.

“Gratifikasi ini bukan sekadar hadiah. Jika nilainya melebihi batas yang diperbolehkan, maka itu masuk kategori pelanggaran hukum,” kata Yaya.

Karena itu, ia mengajak ASN dan masyarakat untuk membiasakan diri menolak atau melaporkan setiap bentuk gratifikasi yang mereka temui. Menurutnya, pelaporan gratifikasi bisa dilakukan melalui tiga jalur yang telah disiapkan.

“Kuncinya adalah kesadaran bersama. Semakin paham masyarakat tentang gratifikasi, semakin kecil peluang praktik korupsi terjadi,” imbuhnya.

Salah satu warga yang mengikuti CFD, Rina (32), mengapresiasi langkah Pemkot Pontianak memanfaatkan kegiatan publik untuk mensosialisasikan anti gratifikasi. Menurutnya, kegiatan seperti ini membuat masyarakat lebih mudah memahami aturan yang sering dianggap rumit.

“Jujur, saya baru tahu kalau ada batasan nominal pemberian yang diperbolehkan. Biasanya kalau dengar gratifikasi, langsung terbayang kasus besar. Padahal ini bisa terjadi di lingkup kecil,” ungkapnya.

Senada, Andi (27), warga yang berolahraga di kawasan CFD, mengaku penyampaian informasi melalui kegiatan santai seperti ini lebih efektif dibandingkan hanya lewat media sosial atau papan pengumuman.

“Kalau langsung dijelaskan, kita bisa tanya-tanya. Jadi paham dan bisa jelasin lagi ke orang lain,” pungkasnya.